(Lampung Post - Opini: Senin, 21 Oktober 2024) Belum lama ini, kita telah menyaksikan Debat Publik Calon Gubernur
Lampung 2024 dengan fokus pada tema ekonomi dan infrastruktur. Debat ini
terdiri dari enam segmen, di mana seluruh calon menunjukkan semangat dalam
beradu argumen mengenai berbagai isu krusial terkait kedua topik tersebut. Dari
setiap argumen yang disampaikan, kita dapat menggali narasi program-program
prioritas serta keberpihakan masing-masing calon gubernur dan wakil gubernur.
Isu ekonomi dan infrastruktur sangat relevan bagi masyarakat Lampung, terutama
mengingat tantangan yang dihadapi, seperti pertumbuhan ekonomi yang masih belum
optimal, ketimpangan pembangunan antarwilayah, dan kualitas infrastruktur yang
perlu ditingkatkan. Dengan demikian, debat ini tidak hanya menjadi ajang
pertarungan gagasan, tetapi juga kesempatan bagi para calon untuk menjelaskan
bagaimana mereka berencana menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah
tersebut.
Debat Publik Calon Gubernur adalah momen penting yang perlu kita
perhatikan dengan serius, terutama untuk menilai apakah janji-janji yang
disampaikan oleh para kandidat benar-benar menawarkan solusi konkret atau hanya
sekadar retorika politik. Dalam pemilihan ini, masyarakat Lampung memerlukan
lebih dari sekadar jargon dan slogan; mereka membutuhkan rencana kebijakan yang
terperinci, terukur, dan realistis. Melalui analisis konten, kita dapat
mengeksplorasi percakapan dan pernyataan yang diungkapkan selama debat. Metode
ini memungkinkan kita untuk menilai kedalaman argumen yang disampaikan oleh
masing-masing kandidat. Dengan demikian, kita dapat menentukan apakah mereka
hanya mengulangi janji-janji normatif atau benar-benar memberikan pemaparan
yang didukung oleh data dan strategi implementasi yang jelas.
Analisis konten ini juga telah diterapkan pada Debat Calon Gubernur
Jakarta 2024 dan Debat Calon Presiden Indonesia 2024. Dalam kedua debat
tersebut, analisis digunakan untuk mengidentifikasi kata kunci, yaitu kata-kata
yang paling sering diucapkan oleh para kandidat. Dengan mengamati penggunaan
kata kunci ini, kita dapat memahami prioritas kebijakan yang mereka tawarkan
dan seberapa realistis rencana tersebut dalam konteks tantangan yang dihadapi
masyarakat. Dengan pendekatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih kritis
dalam menilai calon pemimpin mereka, memastikan bahwa pilihan yang diambil
tidak hanya berdasar pada retorika, tetapi juga pada komitmen untuk
menghadirkan perubahan yang nyata.
Menerawang narasi debat
Debat pemilihan gubernur Lampung 2024 memberikan panggung bagi para
kandidat untuk mengemukakan gagasan dan program yang akan mereka laksanakan
jika terpilih. Dalam momen yang krusial ini, setiap kandidat berusaha
memanfaatkan waktu bicara sebaik mungkin untuk menyampaikan visi mereka,
terutama dalam isu ekonomi dan infrastruktur yang menjadi perhatian utama
masyarakat. Calon gubernur nomor urut 1, Arinal Djunaidi, memanfaatkan
kesempatan tersebut dengan berbicara sebanyak 13 kali dalam durasi total 29 menit
47 detik, sedangkan wakilnya, Sutono, menyampaikan argumen dalam 9 kesempatan
dengan total waktu 13 menit 06 detik.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Rahmat Mirzani Djausal
(RMD), menunjukkan partisipasi yang lebih sedikit dengan total 11 kali bicara
dalam 26 menit 27 detik, sementara wakilnya, Jihan, hanya berbicara 8 kali
selama 11 menit 19 detik. Dalam kesempatan berbicara yang terbatas ini,
pemilihan kata-kata menjadi kunci untuk menyampaikan pesan yang kuat.
Analisis lebih lanjut terhadap penggunaan kata yang diungkapkan oleh
masing-masing kandidat menunjukkan pola yang menarik. Arinal Djunaidi
mendominasi penggunaan kata "Lampung" sebanyak 37 kali, diikuti kata
"ekonomi" (21 kali) dan "infrastruktur" (17 kali). Di sisi
lain, Sutono lebih sering menyebut "transportasi" (19 kali) dan
"kopi" (17 kali), mencerminkan fokus pada isu lokal dan potensinya.
Pasangan RMD, meskipun berbicara lebih sedikit dibandingkan Arinal Djunaidi,
menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat dengan menyebut kata
"Lampung" sebanyak 59 kali dan "provinsi" 38 kali.
Wakilnya, Jihan, menekankan pentingnya membangun daerah dengan menggunakan kata
"Lampung" sebanyak 19 kali dan "pemerintah" sebanyak 7
kali.
Dengan merujuk pada data tersebut, selanjutnya dapat dieksplorasi
lebih dalam bagaimana gagasan dan argumen yang disampaikan para kandidat
berkaitan dengan isu ekonomi dan infrastruktur, serta seberapa efektif mereka
dalam berkomunikasi dengan pemilih melalui penggunaan kata-kata yang tepat.
Konsistensi dan Kedalaman Argumen
Dalam hal konsistensi, kita dapat menilai bagaimana para kandidat
mempertahankan tema-tema tertentu sepanjang debat. Misalnya, calon gubernur
nomor urut 1, Arinal Djunaidi, yang sering menyebutkan kata "Lampung"
dan "ekonomi" menunjukkan upaya untuk merangkul identitas lokal dan
mengangkat relevansi isu ekonomi bagi masyarakat. Namun, perlu dicermati lebih
dalam apakah argumennya didukung oleh data konkret atau hanya sekadar menjadi
jargon politik yang mengesankan. Konsistensi semacam ini penting, tetapi untuk
menjadi efektif, harus diiringi dengan rencana implementasi yang jelas.
Sementara itu, wakilnya, Sutono, yang sering menggunakan kata
"transportasi" menunjukkan fokus pada sektor-sektor spesifik yang
relevan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Lampung, terutama dalam hal
mobilitas dan distribusi. Frekuensi penggunaan kata "kopi"
mengindikasikan perhatian pada komoditas unggulan daerah yang berpotensi
meningkatkan perekonomian lokal. Ini mencerminkan komitmen terhadap
sektor-sektor strategis, meskipun perlu ditunjukkan lebih lanjut rencana
konkret yang mendukung pengembangan tersebut.
Di sisi lain, RMD yang lebih sering menggunakan kata
"Lampung" dan "provinsi" membangun narasi dengan penekanan
pada identitas lokal serta menggambarkan karakteristik dan potensi daerah.
Meskipun ini menunjukkan upaya untuk menciptakan koneksi dengan masyarakat
Lampung, pertanyaan yang muncul adalah apakah gagasan yang disampaikan
benar-benar mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat dan menjawab permasalahan
spesifik yang dihadapi provinsi. Konsistensi dalam penggunaan istilah ini perlu
didukung oleh solusi dan kebijakan yang bisa diimplementasikan secara praktis.
Wakilnya, Jihan, lebih banyak menggunakan kata "Lampung"
dan "pemerintahan," yang menunjukkan fokus pada tata kelola dan peran
pemerintah dalam pembangunan. Konsistensi ini menekankan pentingnya institusi
pemerintah dalam menggerakkan pembangunan, namun perlu ada kejelasan mengenai
kebijakan atau program spesifik yang akan dilaksanakan untuk memperbaiki tata
kelola serta meningkatkan kualitas layanan publik dan infrastruktur di Lampung.
Namun demikian, apa yang telah para kandidat sampaikan pada debat tersebut dengan menonjolkan isu ekonomi, infrastuktur, hingga pemerintahan, argumen yang disampaikan masih cenderung bersifat umum sehingga perlu menambahkan rencana konkret. Misalnya, Arinal dan RMD sering menyebut “Lampung” untuk menekankan identitas lokal, namun hanya sedikit gagasan yang benar-benar merespons tantangan spesifik di daerah, seperti kesenjangan infrastuktur maupun pemerataan ekonomi. Begitu pula dengan Sutono dan Jihan, yang menyoroti sektor-sektor unggulan dan peran pemerintah, tetapi belum menyertakan strategi yang jelas untuk melibatkan komunitas lokal dan sektor swasta dalam pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa narasi yang dibangun perlu diperkuat dengan kebijakan dan program kerja yang terukur dan dapat diimplentasikan secara efektif.